Rabu, 29 April 2009

Tangis Langit dalam Hati

TANGIS LANGIT DALAM HATI

Dalam catatan harianku-tulisku:

kau
yang telanjur menjelma asa duniaku
yang terbungkus rasa
yang sungguh aku mau tak

kulihat
dalam heningmu
asa dan rasa yang tak beda
sayang bukan bagi
ku tapi nya

Dalam mulutku-bisikku:

adakah tersisa
bagiku sedikit tubuh dan darah
yang kaujanjikan padaku
usai kaubasuh kedua kakiku

Dalam pandangku-kutangkap bayangmu:

bersama ketiga pengikutmu
sembunyi dalam pekatnya malam
namun fortunaku tak larimu
kucium lalu ...

Dalam hatiku-renungku:

sesal merajam
cambuk mengamuk
lecut merengut
seluruh anak cucuku

Wirobrajan, Januari 2002

Senin, 27 April 2009

Bersama Om Nano Asmorondono

14 MEI 1999 SERIBOE DJENDELA LAHIR

Komunitas ini dibangun oleh kaum muda yang menggauli dunia teater tradisional: ketoprak!
Sekitar tahun 1997-1999, BP7 menyelenggarakan festival ketoprak mahasiswa. Ketoprak Mahasiswa USD, Sadhar Budaya, selalu menjadi bagian dari para pemenang.
Ketika BP7 dihapus oleh pemerintah saat itu dan festival ketoprak pun tiada, maka orientasi kegiatan berkesenian menjadi semakin berkembang. Komunitas Sadhar Budaya mbrungsungi menjadi komunitas Teater Seriboe Djendela.
Kegiatan ketoprakan masih eksis meski bukan untuk dilombakan. Seperti halnya lakon yang disutradarai Om Nano Asmorondono, Kangsa Adu Jago berikut.
Sebelumnya, sempat digelar pementasan: Manusia-Manusia Tikus, Terbuang Membusuk, Ilalang, dan Wanita-Wanita Perkasa.


Sungguh aku (tak) tahu ....

AKU (TAK) TAHU

Aku (tak) tahu
Kauingin aku melupakanmu sehingga
kaupasang setumpuk mawar duri di antara kita namun
tetap saja kudengar isakmu tetap saja kurasa detak
jantungmu yang menembus dalam hatiku
Sia-sia kaubunuh itu rasa
kecuali ...

Aku (tak) tahu
Kauingin menghapus catatan yang
kutulis dengan darahku di dinding hatimu
Percayalah tak mungkin
kaumusnah meski kauulang masa itu tapi
Seandainya benar iya aku
memilih untuk tak mengucapkannya
Sia-sia kaupisahkan aku dari diriku sendiri
kecuali ...

Aku (tak) tahu
Seberapa penting dirimu bagi masa
nantiku saat kutemukan kau sebagai bongkah
karang es yang
terus meleleh atas sabda dari mahkotanya
Sebagai orang yang menghadirkanmu
ia cinta betul padamu tapi sebagai harapan yang
selalu terwujud baginya kau
betul-betul tak cinta pada rasamu sendiri
Sia-sia kaukorbankan setetes embun bagi bara
lebih merah dari merahnya merah kecuali ...

Ya, kecuali kau akui pada seluruh ke(tak)
tahuanku bila kau memang sengaja
Ingkar!


Mrican, Agustus 2002

Yang mana Pak mu, nak?

PAK

pak
jika aku anak bapak
izinkan aku menancap kapak
pada ketiak bapak
agar sayap tak lagi berkepak
pada ranjang lain emak
pak


Sosrowijayan, Desember 2001

Sabtu, 25 April 2009

seriboedjendela_cornerstone

Mulanya Sadhar Budaya. Sempat beberapa kali pentas. Menang pula dalam lomba-lomba. Lalu.... cukup dengan pementasan teater tradisional sajakah?
Semua pemain hening sejenak. Dimotori oleh Mas Budi (sekarang: Romo Budi), Didiek, Yoyok, Bambang, Yayuk, dan Mbak Dina, terjadilah latihan alam di Pantai Ngobaran dan Ngrenean, Gunung Kidul. Mas Whani Dharmawan juga ada di sana waktu itu. Beliaulah yang membakar semangat berkreasi secara lebih luas.
Sekembali dari Ngobaran dan Ngrenean, kami mulai "berkelahi" tentang identitas pengganti Sadhar Budaya. Di bawah beringin Taman FKIP, Mbak Dina mengusulkan Teater Elan, Bambang memilih Teater Sadhar, aku pengin Teater Senthong dan masih ada beberapa calon nama yang lain.
Entah dari mana ujungnya, yang pasti pangkalnya adalah pertanyaan Yoyok : berapa jumlah jendela kampus kita ini? Serempak beberapa mulut menjawab: seribuuuuuuuuuu............. ! Masih kata Yoyok, "Bagaimana kalau Teater Seribu Jendela? Ada yang ndak percaya? Wajib menghitung jendela kampus Universitas Sanata Dharma (USD) malam itu juga. Ada yang nggak setuju? Tolong buktikan dulu jumlah jendela USD kampus Mrican, baru usul nama yang lain." Yang masih waras tentu memilih percaya dan setuju saja. Sedikit masukan dari beberapa teman, redaksinya diperkeren menjadi Teater Seriboe Djendela.
Perjuangan masih berlanjut. Bambang mendesain ikon TSD. Hasilnya Tiga topeng yang berbeda karakter. Aku, Theo, Yanuar, sibuk urus izin ruangan ke Pembantu Rektor III (waktu itu Pak Ari Subagyo, M. Hum.). Hasilnya ruang kosong bekas sekretariat radio Sanata Dharma boleh diperbaiki dan digunakan. Mbak Dina, Yayuk, Ilan, Vijay, atur latihan rutin dan pendaftaran anggota baru. Mas Budi mulai menghilang, bereskan skripsinya. Didiek ....... lu kemane aje!!!!!
Setelah senthong (kamar/sekretariat) didirikan, lahirlah generasi baru: Lala, Nonik, Lina, Kiki, Bayu, Inyong, Citro, Doni, dan masih banyak lagi. Aku ra kelingan maneh.
Theo... lama aku rindu pementasanmu. Masih di Garasi?
Bambang... filmmu mantap, Pek!
Inget foto itu? Abis sembahyang Natal di Gereja Mrican, kita berlari dikejar hujan... hanya untuk foto itu.